Sabtu, 09 April 2011 | By: Jakarta Punya

PELABUHAN SUNDA KELAPA


Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta. Pelabuhan ini terletak di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal bakal kota Jakarta.
Kala itu Sunda Kelapa milik Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang direbut oleh Pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada jaman pendahulu Kerajaan Sunda, yaitu Kerajaan Tarumanagara.
Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di Pelabuhan Sunda Kelapa menggunakan Bahasa Melayu yang umum di Sumatera, yang kemudian dijadikan bahasa nasional, jauh sebelum peristiwa Sumpah Pemuda.
Selasa, 05 April 2011 | By: Jakarta Punya

MENARA SYAHBANDAR


Menara Syahbandar terletak di Jalan Pasar Ikan No.1, Jakarta Utara. Bangunannya berarsitektur gaya Eropa yang dibangun pada tahun 1839. Fungsi dari bangunan semula adalah menara pengawas bagi keluar masuknya kapal ke/dari Pelabuhan Batavia (Kali Ciliwung).
Setelah pembangunan pelabuhan Tanjung Priok selesai (1886), menara pengawas (Uitlijk) berkurang peranannya, namun tetap dijadikan menara pengawas dan kantor Syahbandar bagi kegiatan Pelabuhan Pasar Ikan (1926-1967). Pada tahun 1967 dengan diresmikannya Pelabuhan Sunda Kelapa maka praktis Menara pengawas tidak difungsikan bagi kegiatan kepelabuhan. Pada masa pendudukan Jepang, kompleks ini dimanfaatkan untuk gudang penympanan logistik.
Tahun 1950-an pernah menjadi Kantor/Pos Kepolisian penjaringan hingga akhirnya pada tanggal 7 Juli 1977 dijadikan bagian dari Museum Bahari.Pemandangan mata burung dari bagian tengah Menara Syahbandar ke arah Jl. Pasar Ikan. Menara Syahbandar ini menempati bekas benteng Culemborg yang dibangun sekitar 1645. Karena itulah pintu besi di bawah Menara Syahbandar konon menjadi jalan masuk ke lorong bawah tanah menuju Masjid Istiqlal yang pada masa kolonial adalah lokasi benteng Belanda (Citadel Prins Frederik).
Senin, 04 April 2011 | By: Jakarta Punya

ALI SADIKIN


Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – meninggal di Singapura, 20 Mei 2008 pada umur 80 tahun) adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno.
Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.

Gubernur Jakarta

Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dll. Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi, dsb.
Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.
Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat itu lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri. Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.
Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama berkali-kali.
Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran. Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta.
Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan ia digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo.

Setelah Tidak Menjadi Gubernur

Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia. Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.

Meninggal

Bang Ali meninggal di Singapura pada hari Selasa, 20 Mei 2008. Dia meninggalkan lima orang anak laki-laki dan istri keduanya yang ia nikahi setelah Nani terlebih dahulu meninggal mendahuluinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, anak sulung mantan presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana turut hadir melayat. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

PASAR IKAN


Pasar Ikan Sunda Kelapa merupakan pusat perdagangan di Asia. Macam-macam jenis ikan bisa kita temukan di Pasar Ikan ini. Seafood dan jenis ikan laut yang sulit ditemukan di pasar ikan lainnya ada di sini. Pasar Ikan Sunda Kelapa merupakan jaringan perniagaan yang sangat kuat. Karena hampir seluruh pedagang ikan lokal maupun asing membelinya di Pasar Ikan Sunda Kelapa. Karena letak Pasar Ikan Sunda Kelapa tidak jauh dari pelabuhan Sunda Kelapa. Pasar ikan yang tetap ramai hingga kini. Di depan areal menuju pasar ikan terdapat menara pengawas atau yang dulu dikenal dengan Uitkijk toren.

BING SLAMET


Bing Slamet adalah seniman serba-bisa, Bing dikenal sebagai penyanyi, musisi, pelawak dan aktor film yang menyandang nama besar. Sejak muda popularitas Bing sebagai penyanyi hampir sama akrabnya dengan keahlian melawak. Pada era 1950-an hingga 1970-an Bing telah menikmati kemasyhuran seorang bintang. Ia menjadi sosok yang melegenda dalam dunia hiburan di Indonesia.

Lahir 27 September 1927 di Cilegon, Jawa Barat. Anak Rintrik Ahmad, seorang mantri pasar, ini tidak hanya pandai menyanyi tetapi juga tangkas memainkan gitar. Pada masa kanak-kanak ia pernah dijuluki Abdullah Kecil, Abdullah adalah nama seorang penyanyi tenar di zaman itu, Pada usia 12 tahun, ia mulai bernyanyi didepan umum dan berkelana dalam barisan Penghibur Divisi VI Brawijaya dan sempat menclok di RRI Malang. Di bawah bimbingan Sam Saimun Iskandar dan pemain keroncong terkenal M. Sagi bakat menyanyinya berkembang. Keelokan suaranya sering disejajarkan dengan suara pembimbingnya sendiri, Sam Saimun.

Selain menyanyi, Bing yang bersuara bariton juga seorang pencipta lagu yang cermat memilih tema dan halus menumpahkan perasaannya. Ia pandai merayu alam maupun manusia, tangkas bercanda dan mengajak orang bergembira. Beberapa lagu ciptaannya anatra lain “Murai Kasih”, “Hanya Semalam”, “Ayu Kesuma”, “Risau” dan “Belaian Sayang”. Kesukaannya pada irama meriah mendorongnya membentuk orkes Mambetarumpajo, singkatan Mambo, Beguin, Tanggo, Rumba. Passo-dobel dan Joged. Tak lama setelah itu ia bersama Idris Sardi, Enteng Tanamal dan Benny Mustafa membentuk grup Eka Sapta Band.

Meski Bing bersekolah di HIS Pasundan dan STM Penerbangan ia tidak mau menjadi insinyur atau dokter seperti keinginan ayahnya. Ia telah memilih dunia panggung, menyanyi dan melawak sebagai jalan hidupnya. Kecintaan Bing pada dunia hiburan menempatkannya sebagai sosok yang disegani di dunianya. Sejak kecil bakat melawak Bing telah muncul bersamaan dengan bakat menyanyinya. Pada masa awal 1950-an ia pernah membentuk grup lawak “Los Gilos” dengan Tjepot dan Udel yang secara tetap melawak di RRI. Pada tahun 1953, ia menjuarai lomba lawak nasional. Setahun kemudian ia menjuarai Bintang Radio jenis hiburan. Sejak ssat itu popularitasnya kian menanjak di panggung hiburan.

Bing Slamet juga pernah membentuk kelompok lawak Trio SAE bersama Eddy Sud dan Atmonadi pada tahun 1967. Kelompok ini bubar cepat. Setahun kemudian ia membentuk kelompok lawak Kwartet Jaya bersama Ateng, Iskak dan Eddy Sud yang mendominasi dunia pementasan era 1970-an. Dengan mengangkat peristiwa aktual sebagai tema lawakan, pertunjukkan Kwartet Jaya selalu dipadati penonton. Dengan gaya jenaka dan kekanak-kanakkan yang alamiah Bing Slamet Selalu tampil memukau.

Selain tampil melawak dipanggung, Bing juga merambah dunia film. Ia memulai kariernya sebagai bintang figuran dalam film “Menanti Kasih”, selanjutnya film “Di Simpang Djalan” tahun 1955, film “Pilihlah Aku” tahun 1956, film “Hari Libur””tahun 1958, film “Bing Slamet Tukang Betjak””tahun 1959, film “Amor dan Humor””tahun 1961, film “Bing Slamet Merantau””tahun 1962 dan film “Bunga Putih””tahun 1966. Bing Slamet juga mendirikan Safari Sinar Sakti Film dan memproduksi film komedi secara berseri dengan grup lawak Kwartet Jaya, seperti “Bing Slamet Setan Jalan””tahun 1972, “Bing Slamet Sibuk””tahun 1973, “Bing Slamet Dukun Palsu””tahun 1973 dan “Bing Slamet Koboi Cengeng””tahun 1974. Sebagai seorang aktor, Bing bekerja tanpa kenal lelah dan professional melakoni jalan hidupnya didunia film. Tanggung jawabnya mendorongnya bekerja tanpa kompromi, termasuk ketika sakit keras. Dalam film “Bing Slamet Koboi Cengeng”, meski menderita sakit lever ia masih berusaha berakting memikat pecintanya.

Pada tahun 1956, setelah merebut gelar Bintang Radio, Bing menikah dengan Ratna Komala Furi. Pasangan ini dikaruniai delapan anak, enam putra dan dua putri. Meski ia seorang bintang ia tidak terpukau dengan gemerlapnya dunia hiburan. Bing tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya sebagai seniman. Sebagai seniman serba-bisa Bing telah membuktikan pengabdian pada dunia hiburan. Sepanjang kariernya Bing pernah beberapa kali menjadi duta bangsa. Pergaulannya yang luas di berbagai kalangan menjadikannya sosok yang selalu dikenang. Ia pandai membawa diri dan dikenal sebagai pribadi pemurah, baik dimata teman dan keluarganya.

Setelah bekerja keras dan menikmati pujian sebagai bintang panggung selama bertahun-tahun, Bing Slamet menyerah pada ganasnya penyakit lever yang dideritanya. Pada 17 Desember 1974, pukul 14.50 WIB, Bing menghembuskan nafas terakhir di rumah sahabatnya Eddy Sud di Jakarta. Dengan iringan isak tangis beribu-ribu orang mengantarkan Bing ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Karet Bivak Jakarta.

Filmografi

Nama :
Achmad Syech Albar

Lahir :
Cilegon, Jawa Barat,
27 September 1927

Wafat :
Jakarta, 17 September 1974

Pendidikan :
HIS Pasundan,
STM Penerbangan

Profesi :
Musisi, Pelawak dan Aktor

Lagu :
Murai Kasih,
Hanya Semalam,
Ayu Kesuma,
Risau,
Belaian Sayang

Filmografi :
Menanti Kasih,
Di Simpang Djalan (1955),
Pilihlah Aku (1956),
Hari Libur (1958),
Bing Slamet Tukang Betjak (1959),
Amor dan Humor (1961),
Bing Slamet Merantau (1962),
Bunga Putih (1966),
Bing Slamet Setan Jalan (1972),
Bing Slamet Sibuk (1973),
Bing Slamet Dukun Palsu (1973),
Bing Slamet Koboi Cengeng (1974)

Penghargaan :
Bintang Radio (1956)

FAUZI BOWO


Dr.-Ing. H. Fauzi Bowo (lahir di Jakarta, 10 April 1948; umur 62 tahun) adalah Gubernur Jakarta Periode 2007 – 2012 setelah sebelumnya menjadi Wakil Gubernur Jakarta. Pada pilkada DKI Jakarta 2007, Fauzi Bowo bersama Prijanto sebagai wakilnya mengungguli pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar.

Riwayat Hidup

Putra pasangan H. Djohari Bowo (meninggal pada 14 April 2010 di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat pada pukul 13.45 WIB) dan Nuraini binti Abdul Manaf ini menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD St. Bellarminus. Kemudian beliau melanjutkan jenjang pendidikan tingkat menengah dan atas di Kolese Kanisius Jakarta. Setelah menamatkan pendidikan SMA, beliau mengambil studi Arsitektur bidang Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universitat Braunschweig Jerman dan tamat 1976 sebagai Diplome-Ingenieur. Program Doktor-Ingenieur dari Universitas Kaiserlautern bidang perencanaan diselesaikannya pada tahun 2000.

Fauzi Bowo memulai kariernya dengan mengajar di Fakultas Teknik UI. Ia bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Sebagai birokrat, Fauzi telah menempuh Sepadya (1987), Sespanas (1989), dan Lemhannas KSA VIII (2000). Ia adalah wakil gubernur Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso.

Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada tanggal 10 April 1974. Hj. Sri Hartati adalah putri dari Sudjono Humardani, kelahiran Semarang, 29 Agustus 1953. Dari pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati dikaruniai 3 orang anak: Humar Ambiya (Tanggal lahir: 20 Juli 1976, Esti Amanda (Tanggal lahir: 5 April 1979) dan Dyah Namira (Tanggal lahir: 1 Februari 1983).

H. BENYAMIN SUEB


Benyamin Sueb (lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939 – meninggal 5 September 1995 pada umur 56 tahun) adalah pemeran, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.

Awal Karier

Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.

Duet dengan Ida Royani

Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.

Gambang Kromong

Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.

Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).

Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.

Paska duet dengan Ida Royani

Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya “Nenamu” dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.

Dunia Film

Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.

Akhir karier

Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Haj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.

Kontribusi terhadap gambang kromong

Dalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.

Meninggal dunia

Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat mempengaruhi hidupnya.

Pendidikan

.: Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951), SD Santo Yosef Bandung (1951-1952)

.: SMPN Taman Madya Cikini, Jakarta (1955)

.: SMA Taman Siswa, Jakarta (1958)

.: Akademi Bank Jakarta (Tidak tamat) ; Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan (1960)

.: Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960)

.: Kursus Lembaga Administrasi Negara (1964)

MUSEUM BAHARI


Museum Bahari terletak di Jalan Pasar Ikan No.1, Penjaringan, Jakarta Utara. Bangunan ini merupakan bangunan kuno yang dibangun secara bertahap sejak tahun 1652-1774. Ketika itu bangunan ini digunakan oleh VOC Belanda sebagai gudang rempah-rempah. Selanjutnya pada pemerintahan Jepang di Indonesia gedung yang dikenal sebagai gudang rempah-rempah ini sejak tahun 1942 beralih fungsi menjadi gudang logistik peralatan militer Jepang.
Museum Maritim atau lebih dikenal dengan nama Museum Bahari bentuk model atau replika kecil, photo, lukisan serta berbagai model perahu tradisional, perahu asli, alat navigasi, kepelabuhan serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Museum ini mencoba menggambarkan kepada para pengunjungnya mengenai tradisi melaut nenek moyang Bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Bangsa Indonesia dari dulu hingga kini.
Museum ini juga memiliki berbagai model kapal penangkap ikan dari berbagai pelosok Indonesia termasuk juga jangkar batu dari beberapa tempat, mesin uap modern dan juga kapal Pinisi (kapal phinisi Nusantara) dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang kini menjadi salah satu kapal layar terkenal di dunia.


Berlokasi di Jl. Pasar Ikan no 1. Jakarta Utara, Telepon: 6693406
Minggu, 03 April 2011 | By: Jakarta Punya

MASJID LUAR BATANG


Lokasinya berada di Jalan Luar Batang I, Kmapung Luar Batang, Jakarta Utara. Banyak orang Jawa yang tinggal disini, makanya dalam peta yang dibuat oleh Van Der Parra tahun 1780, lokasi ini disebut Javasche Kwartier, namun setelah itu orang lebih mengenalnya Luar Batang. Usut punya usut, orang pada saat itu jika ke lokasi ini berarti ke luar kota dan harus melewati tanda batas dalam bentuk batang. Tidak dijelaskan batang apa. Maka kemudian dikenal dengan sebutan Luar Batang hingga kini.
Keberadaan fungsi Masjid ini ada sejak tahun 1739. Awalnya sebagai musholla orang-orang Jawa. Masjid ini menjadi keramat karena ada Makam Sayid Husein bin Abubakar bin Abdillah Al Aidrus yang wafat pada tanggal 24 Juni 1756. Masjid ini sering didatangi peziarah dari berbagai pelosok tanah air.