Rabu, 02 Maret 2011 | By: Jakarta Punya

The Red Blues of Toko Merah



Gedung tua sebagai saksi kejayaan Batavia lama di tepian Muara Ciliwung. Bangunan tersebut pernah menjadi tempat tinggal Gubernur Jenderal von Imhoff (1705-1751). Bangunan Toko Merah terletak di Jl. Kali Besar No. 11, Jakarta Barat. Secara administratif berada di Kelurahan Roa Malaka, Kec. Tambora, Wilayah Kota Jakarta Barat. Letak bangunan pada masa kejayaan VOC sangat strategis, berada di kawasan jantung kota asli Batavia, berdekatan dengan pusat pemerintahan VOC (Stadhuis). Dari segi bisnis, Toko Merah justru terletak di tepi barat Kali Besar (de Groote River), sebagai "central business district" nya Batavia. Pada saat itu Ciliwung merupakan urat nadi lalu lintas air yang ramai dilayari hingga ke pedalaman. Kawasan Kali Besar sendiri merupakan salah satu wilayah hunian elit di dalam Kota Batavia.

Sejarah Toko Merah: Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff (kemudian menjadi gubernur jenderal) sebagai rumah tinggal. Pada saat ia membangun Toko Merah jabatannya masih sebagai opperkopman, sehingga kadangkala orang meragukan bahwa Toko Merah dibangun van Imhoff. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa, sehingga besar, megah dan nyaman. Nama "Toko Merah" berdasarkan salah satu fungsinya yakni sebagai sebuah toko milik warga Cina, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama.
Nama tersebut juga didasarkan pada warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga nampak pada interior dari bangunan tersebut yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya yang juga berwama merah. Di samping itu dalam akte tanah No. 957, No. 958 tanggal 13 Juli 1920 disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik NV Bouwmaatschapij "Toko Merah".
Bangunan Toko Merah terdiri dari 2 gedung dan sempat beberapa kali berpindah pemilik seperti kepada Jacob Mossel, anak Gubernur Jenderal Mossel yang bernama Phillippine Theodore Mossel; Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra, Renier de Klerk, Nicolaas Hartingh, Baron van Hohendorf, dll.
Pada tahun 1743-1755 dijadikan Kampus dan Asrama Academie de Marine (akademi angkatan laut), kemudian berpindah tangan lagi. Pada tahun 1786-1808 bangunan ini digunakan untuk Heerenlogement atau hotel para pejabat. Tahun 1809-1813 seluruh bangunan dijadikan rumah tinggal oleh Anthony Nacare. Kurun waktu 1813-1851 kepemilikan beberapa kali berganti hingga kemudian dimiliki oleh Oey Liauw Kong yang berfungsi sebagai taka, sehingga populer dengan sebutan "Taka Merah". Berpindah lagi pada Oey Kim Tjiang (gedung utara), Oey Hok Tjiang (gedung selatan), Kultur Hong Hiu Kongsi (seluruh bangunan), digunakan sebagai kantor oleh Borneo Compagnie (1900). Di tahun 1901 bagian-bagian ruang samping rumah sebelah utara diambil untuk membentuk Compagnies kammer di Museum Pusat.
Kemudian sebagai kantor Behn Meiwe & Co (1917). Tahun 1920 dibeli dan dipugar oleh NV Bouw Maatschappij "Toko Merah" yang menelan biaya satu juta gulden. Bangunan ini diperbaiki lagi oleh Bank Voor Indie yang kemudian berkantor di sini hingga tahun 1925. Kemudian ditempati oleh sejumlah Biro dan Kantor Dagang: Algemene Landbouws Syndicaat, De Semarangse Zee en Brandassuransi Mij, dan WM Muller. & Co. Tahun 1934-1942 menjadi Kantor Pusat N.V. Jacobson vanl den Berg salah satu perusahaan "The Big Five" milik Kolonial Belanda. Di masa pendudukan Jepang menjadi Gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang. Ditempati oleh tentara gabungan Inggris-India. Sesudah kemerdekaan menjadi Kantor Dagang Nigeo Eksport.
Kemudian di tahun 1946-1957 menjadi kantor N.V. Jacobson van den Berg lagi. Saat terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di Indonesia N.V Jacobson van den Berg diubah menjadi P.T. Yudha Bakti. Di tahun 1961 berubah menjadi P. N. Fajar Bhakti, berubah lagi menjadi P. N. / P. T. Satya Niaga di tahun 1964. Selanjutnya di tahun 1977 berubah menjadi PT Dharma Niaga (Ltd) dan gedung tersebut tetap digunakan sebagai kantor. Toko Merah merupakan rumah mewah terbesar dari abad ke-18 di dalam Kota yang masih dalam keadaan terpelihara baik.

Arsitektur: Gedung Toko Merah dibangun di atas areal seluas 2.455 m2. Bangunan terdiri atas tiga gedung yang menyatu. Bangunan depan (tingkat dua) dan belakang (tingkat tiga), membujur dari utara ke selatan, adapun bangunan tengah merupakan penghubung bangunan utara dan selatan, melintang dari timur ke barat. Arsitektur bangunan mencerminkan perpaduan bangunan Cornice House (bangunan dengan dinding muka yang ujung atasnya datar dan diberi profil-profil pengakhiran) pada abad ke-18 dan atap tropis. Bangunan Toko Merah sebenarnya merupakan bangunan kembar, dua rumah di bawah satu atap. Hal itu terlihat dengan adanya dua buah pintu masuk ke dalam bangunan dan adanya parapat pemisah yang biasa dibuat untuk mencegah apabila terjadi kebakaran tidak menjalar ke gedung sebelahnya.
Bangunan depan dan belakang dihubungkan dengan bangunan satu lantai berplafon dua tingkat. Kedua bangunan ini berhubungan secara terbuka dan secara visual memberi kesan terbagi oleh adanya tujuh buah pilar tembok persegi panjang dan bukaan yang dibingkai architrave berskala tinggi, berukuran 3,5 m x 2,1 m. Bingkai pilar terbuat dari kayu berwarna merah tua dengan garis keemasan. Di lantai dua terdapat tembok tengah sebagai pemisah ruangan atas yang merupakan terusan dari tembok sebelah bawahnya.
Tembok itu berlanjut terus hingga mencapai bubungan atap, baik atap depan, tengah maupun belakang. Tembok pemisah itu juga berfungsi sebagai penyangga guna menopang dan mendukung beban atap yang tinggi dan berat. Tembok depan bangunan yang terbuat dari susunan batu bata yang tidak diplester dapat memberikan kesan unik bagi gedung ini.
Toko Merah memiliki dua buah pintu masuk berukuran besar dan tinggi. Pada bagian atas kedua pintu masuk bangunan terpasang fanlight atau jendela angin yang berada pada satu kusen dengan pintu. Kedua jendela angin kaca di atas pintu (bovenlichten) itupun berpola kotak-kotak dan masing-masing memiliki 30 buah kotak. Semua jendela masih menerapkan gaya abad ke-18 dan berskala monumental guna mengimbangi ruangan-ruangan besar di dalamnya. Kemudian untuk mencapai lantai bagian atas bangunan, terdapat enam buah tangga, kesemuanya berwarna merah hati, terbuat dari kayu terukir artistik. Dari depan bangunan ini seolah hanya memiliki sebuah atap, namun kenyataannya memiliki tiga buah atap. Bangunan depan dan belakang memiliki atap dengan bubungan yang memanjang dari utara ke selatan.
Sementara atap bangunan tengah, bubungan atapnya melintang dari timur ke barat, sekaligus sebagai atap penghubung bagi kedua atap bangunan depan dan belakang. Atap bangunan berbentuk atap pelana atau atap rumah kampung, terbentuk oleh susunan kerangka kuda-kuda segitiga yang dihubungkan oleh kerangka-kerangka yang membentang di atasnya tetap orientasi susunan kerangka atap ini menyamping dari arah hadap bangunannya. Susunan kerangka tersebut membentuk dua bidang miring yang berbentuk empat persegi panjang yang menjadi tempat dimana penutup atap.
Bangunan Toko Merah memiliki cukup banyak ruangan, baik di lantai dasar, lantai 2 maupun lantai 3. Selain ruang besar (aula) di lantai dasar dan lantai 2, ruang-ruang lain berfungsi sebagai kamar. Di lantai dasar terdapat 16 buah kamar, masing-masing 8 buah di rumah sebelah utara dan 8 buah di rumah sebelah selatan. Di lantai 2 kamarnya berjumlah 4 buah dan terdapat di bangunan bagian belakang. Sementara di tingkat 3 terdapat 5 buah kamar. Bangunan tambahan di areal belakang memiliki sejumlah kamar.
Gedung Toko Merah yang tak di pakai untuk gedung PT. Dharma Niaga terletak di Jl. Kali Besar Barat No.107, Jakarta Barat. Bangunan yang pernah digunakan sebagai rumah kediaman Gubernur Jenderal VOC Baron van Irnhoff tersebut memiliki arsitektur bergaya Barok abad ke-18, terlihat pada elemen cornice dan jendela tinggi yang dominan. Bangunan ini juga merupakan perpaduan gaya klasik Eropa dan Cina, terutama pada ornamen dalam bangunan.
Unsur Cina berupa warna merah hati ayam cukup dominan pada bangunan ini, baik pada warna tembok depan maupun pada interior dari unsur kayu di dalamnya. Di samping itu terdapat unsur tradisional yang juga terdapat pada bangunan, yang terlihat pada hiasan motif kisi-kisi pipih pada balustrade (jeruji pengaman pada samping tangga), terdapat pada tangga di rumah bagian utara lantai 3.
Hiasan semacam itu banyak ditemukan pada balustrade rumah-rumah Melayu. Apabila sekarang orang mengenalnya dengan sebutan Toko Merah adalah karena elemen luar dan dalam bangunan didominasi warna merah. Salah satu keunikan lainnya adalah tangga dengan gaya Baroque yang merupakan satus-atunya di Jakarta. Bangunan merupakan penggabungan dari dua bangunan ini menyimpan sejarah yang cukup panjang. Sebelum PD II, bangunan yang terlihat mencolok di antara bangunan di sekitarnya, karena dinding luarnya yang berwarna merah Bangunan ini menerima

0 comments:

Posting Komentar