Minggu, 25 Desember 2011 | By: Jakarta Punya

Khas Betawi "Kue Sengkulun"

www.google.co.id


Satu lagi kue Khas Betawi yaitu Sengkulun. Nama makanan yang begitu unik namun mungkin sedikit asing ditelinga kita. Karena itu makanan tradisional  mulai sulit diperoleh,dan bisa dibilang sangat langka.
Penyebabnya beragam, mulai dari semakin sulitnya mencari bahan baku, kurang disukai dan tidak ada yang mempopulerkan, dianggap kampungan, dan tidak ada generasi penerus. Sayang sekali bila makanan tradisional ini  punah satu demi satu.
Makanan yang satu ini adalah makanan khas Betawi. Namanya Sengkulun. Makanan ini sesungguhnya tak murni Betawi, tetapi ada pengaruh budaya Cina. Ya, harus diakui, budaya Cina cukup kuat merasuk dalam budaya Betawi. Tak hanya kuliner, tapi juga dalam hal tarian.


Nah, sengkulun ini sepintas mirip kue keranjang. Permukaannya berbintil kasar, teksturnya lunak, kenyal, dan lembut. Itu karena sengkulun dibuat dengan bahan baku utama tepung ketan. Warnanya cokelat karena menggunakan gula merah yang sekaligus sebagai pemanis selain memakai gula pasir juga. Sedangkan yang membuatnya terasa gurih, tak lain santan kental. Waktu mengukusnya cukup lama, sekitar 2 jam.
Umumnya, orang Betawi makan sengkulun dengan mencocolnya pada kelapa parut.
Selasa, 13 Desember 2011 | By: Jakarta Punya

Setu Babakan

Perkampungan Setu Babakan adalah sebuah kawasan pedesaan yang lingkungan alam dan budayanya masih terjaga secara baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini akam disuguhi panorama pepohonan rindang yang akan menambah suasana sejuk da tenang ketika memasukinya. Dan pengunjung juga masih bisa melihat keasrian dari Rumah Adat betawi yang masih terlihat keasliannya.

Wisatawan yang berkunjung ke Setu babakan ini dapat menyaksikan pagelaran seni budaya betawi tari Cokek, tari topeng, kasidah, marawis, ondel-ondel, gambang kromong, dan kesenian betawi yang lainnya. Selain itu diperkampungan ini juga terdapat banyak warung yang menjajakan makanan-makanan khas betawi seperti, ketoprak, keraktelor, bir pletok, kue rangi, arum manis toge goreng, laksa, tahu gejrot

Selain makanan dan rumah-rumah adat betawi, di Setu babakan ini masih banyak lagi Panorama Alam yang bisa dilihat, seperti Setu nya itu sendiri yang bisa digunakan sarana permainan air atau pemancingan.

Setu Babakan ini selain ,menjadi tempat wisata bisa juga untuk sarana belajar untuk siapapun, karena itu tempat wisata ini sangat cocok untuk wisata keluarga.


Minggu, 04 Desember 2011 | By: Jakarta Punya

Rebana Asli Betawi



Sejak awal penduduk Betawi sudah sangat heterogin. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Dalam musik Betawi kental pengaruh Barat, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda, dan lain-lain.
Musik tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke 14 sampai 16. Menurut sejarawan, dalam bahasa Portugis ada kata tanger. Kata tanger artinya memainkan alat musik. Memainkan alat musik ini dilakukan pada pawai militer atau upacara keagamaan. Kata tanger itu kemudian diucapkan menjadi tanjidor.
Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz berpendapat tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya.
Sejarawan Belanda bernama Dr. F. De Haan juga berpendapat orkes tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kompeni. Pada abad ke 18 kota Batavia dikelilingi benteng tinggi. Tidak banyak tanah lapang. Para pejabat tinggi kompeni membangun villa di luar kota Batavia. Villa-villa itu terletak di Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis.
Di villa-villa inilah terdapat budak. Budak-budak itu mempunyai keahlian. Di antaranya ada yang mampu memainkan alat musik. Alat musik yang mereka mainkan antara lain : klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, simbal, dan lain-lain. Para budak pemain musik bertugas menghibur tuannya saat pesta dan jamuan makan.
Perbudakan dihapuskan tahun 1860. Pemain musik yang semula budak menjadi orang yang merdeka. Karena keahlian bekas budak itu bermain musik, mereka membentuk perkumpulan musik. Lahirlah perkumpulan musik yang dinamakan tanjidor.
Musik tanjidor sangat jelas dipengaruhi musik Belanda. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu tanjidor bertambah dengan membawakan lagu-lagu Betawi. Dapat dimainkan lagu-lagu gambang kromong, seperti : Jali-Jali, SurilangSiring Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, stambul, dan persi.
Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan villa milik orang Belanda.
Pada tahun 1950-an orkes tanjidor melakukan pertunjukan ngamen. Khususnya pada tahun baru masehi dan tahun baru Cina (imlek). Dengan telanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah. Lokasi yang dipilih biasanya kawasan elite, seperti : Menteng, Salemba, Kebayoran Baru. Daerah yang penduduknya orang Belanda. Atau daerah lain yang penduduknya memeriahkan tahun baru. Pada tahun baru Cina biasanya tanjidor ngamen lebih lama. Karena tahun baru Cina dirayakan sampai perayaan Capgomeh, yaitu pesta hari ke-15 imlek.
Pada tahun 1954 Pemda Jakarta melarang tanjidor ngamen ke dalam kota. Alasan pelarangan tidak diketahui. Pelarangan ngamen membuat seniman tanjidor kecewa. Sebab pendapatan mereka jadi berkurang. Mereka hanya menunggu panggilan untuk memeriahkan hajatan atau pesta rakyat.
Sampai saat ini grup-grup tanjidor masih bersifat amatir. Mereka main kalau ada panggilan. Grup tanjidor yang kini menonjol adalah Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur dan Pusaka pimpinan Said di Jagakarsa Jakarta Selatan.
Jumat, 11 November 2011 | By: Jakarta Punya
Masjid Istiqlal terletak di Jalan Pintu Air, Jakarta Pusat. Nama "Istiqlal" berarti kebebasan, dan dibangun di atas reruntuhan benteng Belanda. Ide mendirikan masjid besar ini datang dari KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama di era Soekarno. Arsitek proyek ini adalah Frederick Silaban dan dibangun pada tanggal 24 Agustus 1961. Karena adanya Gerakan Tiga Puluh September atau G30S PKI dan krisis ekonomi, masjid ini belum selesai dibangun.
Pada era Presiden Soeharto, melanjutkan pembangunan masjid ini dan Selesai pada tahun 1978, dan masjid Istiqlal menjadi ikon Indonesia dan dinyatakan sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara pada saat itu.

Sejarah Istana Negara

Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Merdeka, Jakarta, merupakan dua buah bangunan utama yang luasnya 6,8 hektar (1 hektar = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di antara Jalan Medan Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah bangunan yang sering digunakan sebagai tempat kegiatan kenegaraan.
Dua bangunan utama adalah Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas) (Jalan Medan Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara ada pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat antara Istana Negara dan Istana Merdeka, ada Wisma Negara.
Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieters Gerardus van Overstraten  dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.
Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli 1821 oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.
Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng
belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah.
Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.
Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani  Kuno ini bertingkat dua. Tapi pada  1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.
Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan.
Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge  tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamungkubuono IX , sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J. Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950 .
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang  sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara.
Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri).
Bangunan seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur).
Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak ada lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden  Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta lebih banyak berkantor di Bina Graha.
Minggu, 06 November 2011 | By: Jakarta Punya

Obyek Wisata Sapi Perah

Kawasan "Sapi Perah Pondok Ranggon" ini merupakan salah satu Obyek Wisata didaerah Jakarta.
Kawasan Sapi Perah ini sering dijadikan obyek kunjungan bagi para pelajar baik dari tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Disamping itu juga dijadikan tempat magang bagi para peternak, baik dalam mapun luar negeri.

Kegiatan budidaya sapi perah di kawasan relokasi sapi perah Pondok Ranggon dimulai sejak tahun 1992 berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 300/1986. Populasi sapi perah yang dimiliki sebanyak 750 ekor dan rata-rata jumlah produksi susu yang dihasilkan mencapai 3.500 liter per hari.
Pemasaran hasil produksi susu tersebut diatur sebagai berikut:
  1. 20 persen dari jumlah produksi dipasarkan ke Koperda/PT. Indomilk.
  2. 20 persen dari jumlah produksi dipasarkan dalam bentuk susu pasteurisasi.
  3. 60 persen dari jumlah produksi dipasarkan ke konsumen melalui loper dalam bentuk susu segar.
Jumat, 28 Oktober 2011 | By: Jakarta Punya

Kaos Dewasa "Jakarta 4"

Kaos Jakarta Hitam
Harga per Satuan Rp.115.000

Kaos casual dan simple dengan warna hitam dan bertuliskan Jakarta 

Tersedia ukuran M, L, XL, XXL, XXXL




Jl.Wijaya II no.119 Kebayoran Baru
info.021-99055432 / 021-7258617 ext.23