Kamis, 10 Maret 2011 | By: Jakarta Punya

Souvenir Jakarta (Fatahillah)


Siapa yang tidak kenal Museum Fatahillah, bangunan yang lekat dengan History kota Jakarta ini tidak pernah lengang dimakan usia. Daya pikatnya selalu menarik hati setiap orang yang melihatnya. Seperti kita tahu, bangunan yang dulu bernama Stadhuis ini dulunya adalah Balai Kota, pusat pemerintahan Belanda (VOC) saat berkuasa di Indonesia.
Selain memiliki koleksi yang tidak ternilai harganya, bangunan ini juga menyimpan masa lalu yang kelam. Seperti Taman Fatahillah yang dulunya adalah tempat pemancungan dan hukuman gantung para pemberontak pribumi yang memberontak kebijakan Belanda.
Museum Fatahillah juga mempunyai banyak penjara yang diperuntukkan bagi para tahanan dan pemberontak. Penjara-penjara tersebut terletak di bagian belakang Museum Fatahillah. Saking kejamnya Belanda, satu penjara menampung 50 tahanan dengan jeruji besi di kaki mereka. Bisa kita bayangkan, penjara yang sempit, lembab harus dipaksakan menampung 50 tahanan tanpa mereka mendapat makan minum, dan (kejamnya lagi) untuk buang air saja mereka lakukan di situ. Jadi, tak jarang jika banyak tahanan yang mati karena kelaparan dan terserang penyakit. Dan, sadisnya mayat mereka ditelantarkan begitu saja.
Penjara yang satu lagi terletak di bagian bawah gedung. Kita harus menunduk terlebih dulu untuk bisa masuk ke dalamnya. Penjara ini dinamakan Penjara Air. Disebut demikian karena jika hujan, air yang meluap dari atas masuk ke dalam penjara karena letak penjara yang berada di bawah.
Kini, Penjara-penjara tersebut, termasuk koleksi Museum seperti Lemari kaca besar, meja bundar besar yang terbuat dari kayu jati, pedang yang dulunya dipakai untuk pemancungan pemberontak dan koleksi lainnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Termasuk patung Dewa Hermes dan Meriam Si Jagur yang konon memiliki pasangan, namun keberadaannya belum diketahui hingga saat ini. Cerita berhembus, jika kedua Meriam bertemu maka akan terjadi kiamat. Beleive it or not?!
Banyak sekali misteri di dalam Fatahillah yang belum terpecahkan, atau memang sengaja dirahasiakan. Tapi, yang pasti Museum Fatahillah sebagai bangunan yang memiliki nilai history tinggi tentang bangsa kita dan kekejaman Belanda, patut dan layak kita lestarikan sebagai cagar budaya.
Kadang, ada sebuah misteri di balik rahasia yang belum dan harus dipecahkan, tapi memang ada hal yang tidak akan pernah terungkap, biarlah itu menjadi misteri bagi sejarah.

Kini JAKARTA PUNYA hadir dengan koleksi Kaos Museum Fatahillah. Tersedia 2 warna, Putih dan Coklat, dengan ukuran M, L, XL, XXL & XXXL (Rp.115.000. Lengkapi koleksi Kaos Jakartamu sekarang juga. Info 083 895 197 127. Bukan sebuah harga yang menjadi perbandingan, melainkan nilai History yang tersimpan di dalamnya.

Senin, 07 Maret 2011 | By: Jakarta Punya

The Light Lotus of Dharma Bhakti Pagoda


Vihara terbesar di Jakarta dan memiliki nama lain Kim Tek Ji, terletak di Jl. Kemenangan, Jakarta Kota. Luas seluruh lingkungan sekitar 1.200 meter persegi. Menurut sejarahnya vihara ini berdiri sejak lebih kurang 400 tahunyang lalu. Memasuki vihara ini pada pintu gerbang besar tersusun gambar-gambar dan ukiran. Di dalam klenteng seluruhnya berjumlah lima belas kedudukan Hud, Sin, dan Sien. Di dekatnya ada ruangan untuk Hok Tek Tjin sin (Tuan tanah), dan di sebelah kirinya tempat kedudukan Tjay Sin Ya, di samping kanan Sin Go Ho Tjong Hun (5 macam). Di sebelah samping kanan tempat kedudukan Sien Sing ang Kong dan Sien Thay Suy Ya. Di sebe1ah kiri Sien Sing ang Kong tempat kedudukan Sien Hwa Kong Hwa Ma. Di sebelah kanan Siem Pek Houw Tjong Kun (Macan Putih).
Vihara ini masuk dalam keanggotaan M.A.B.I. (Majelis Agama Budha Indonesia). Beberapa orang yang pernah mengelola Vihara "Dharma Bhakti" adalah Bapak Yap Sutopo Wie Kie (Jaya Diguna budirnan), ang Je Kwi, Oey Tek Seng, Lie Tjin Thai dan pengurus tua lama : Ang Lee Tiok. Tujuan yayasan adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat golongan Buddhis, Taois, Konghucu dalam menunaikan peribadatannya, termasuk pelayanan sosial dalam pengobatan pada polikliniknya. Sejak tahun 1970-an bangunan klenteng diperbaiki terus-menerus dengan dana yang banyak diperoleh dari para anggota, donatur dan masyarakat pengunjung yang beribadah di tempat itu. Setiap hari para pengunjung yang bersembahyang rata-rata mencapai seratus orang.
Setiap tahun ada delapan kali acara yang teramat ramai dikunjungi orang sembahyang yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang, bertempat di Bio Ma Kwan Im, yaitu pada saat-saat : 1. Imlek tanggal 1 bulan 1 (tahun baru Imlek), 2. Imlek tanggal 8 bulan 1, Tian Kong Si (Sembahyang Tuhan Allah). 3. Imlek tgl. 15 bulan 1, Cap Go Me. 4. Imlek tgl. 19 bulan 2, hari Ulang Tahun Ma Kwan Im Pertama. 5. Imlek tgl. 19 bulan 6 hari Ulang Tahun Ma Kwan Im kedua. 6. Ma Kwan Im ketiga. 8. Imlek Tahun.
Dibangun pada sekitar tahun 1650, hal tersebut tercantum dalam Kronik Penduduk Tionghoa di Batavia. Pembangunannya dilakukan oleh Letnan Quo Xun Guan dan diselesaikan pada tahun 1669 oleh Kapten Guo Jun Guan dengan nama Guan Yin Ting. Pada tahun 1755 nama Jin De Yuan diberikan oleh Kapten Huang Shi Lao.
Masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan nama Kim Tek I, sekarang diberi nama Vihara Dharma Bhakti. Bangunan ini pernah beberapa kali mengalami perbaikan. Pertama Tahun 1846, jalan masuk menuju Klenteng diperbaiki atas inisiatif Mayor Chen Yi Yu. Kemudian Tahun 1890 diperbaiki oleh Mayor Li Zi Feng. Secara keseluruhan bangunan Klenteng Jin De Yuan termasuk dalam satu kompleks dengan bangunan klenteng lain yaitu Klenteng Hui Ze Miao, Di Cang Wang Miao dan Xuan Tan Gong (Vihara Dharma Bhakti).
Seperti bangunan klenteng tradisional Cina pada umumnya, bentuknya menyerupai rumah tinggal orang China di Pecinan, namun perbedaannya tampak pada bentuk atap yang dibagi menjadi tiga bagian, dengan bagian ujungnya yang berbentuk seperti ekor wallet serta terdapat sepasang patung ukiran naga dan bola api di tengah pada atapnya yang melambangkan prinsip Yin dan Yang.
Seluruh bangunan di cat dalam warna merah seperti api dan darah yang melambangkan keberuntungan dan kesejahteraan.
Pada bagian court yard terdapat semacam gazebo kecil untuk tempat membakar dupa dalam bentuk atap segi delapan, yakni lambang Pat-Kua, delapan arah mata angin, dengan ukiran patung naga pada setiap ujung-ujungnya. Pada ujung atap terdapat cungkup berbentuk bunga lotus.